divardha

warna-warni yang lain

Mempertanyakan Keyakinan Dalam Film “?”

with 3 comments

foto diambil dari facebook Film ?

Tokoh:

Erika (Endhita). Ibu satu anak, berusaha menghadapi cibiran dari lingkungan sekitar karena baru saja bercerai dan pindah agama.

Soleh (Reza Rahardian). Sebagai kepala keluarga Soleh ingin dianggap berarti bagi istri dan anaknya. Minder dengan istrinya karena tidak bekerja.

Menuk (Revalina S. Temat). Sosok istri yang ingin menunjukkan bakti pada agama dan suami.

Ping Hen / Hendra (Rio Dewanto). Bimbang memilih antara meneruskan restoran ayahnya atau membuka restoran baru dengan teman-temannya. Sakit hati dengan Menuk karena lebih memilih menikah dengan Soleh yang seiman dan taat beragama walaupun saat itu tidak punya pekerjaan. Sebagai keturunan Cina, Hendra tidak suka dipanggil dengan sebutan “koko”.

Surya (Agus Kuncoro). Aktor figuran yang jenuh dengan peran antagonis yang selalu ia mainkan. Ketika tawaran peran protagonis datang, ia ragu menerimanya karena khawatir dapat mengganggu keimanannya.

Komentar setelah nonton :
Di negara yang terdiri dari beragam perbedaan, ternyata tidak semua bisa bertoleransi dengan perbedaan tersebut. Itulah isu utama yang kental terasa dalam film ini. Sejak awal kita disuguhi dengan gambar-gambar masjid, gereja, klenteng, altar do’a, pria berpeci dan simbol agamis lainnya. Setiap tokoh punya konflik sendiri, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan tokoh lain.

Erika dihadapkan dengan orang tua dan anaknya yang belum bisa menerima bahwa ia kini sudah dibaptis secara Katolik. Surya mendapat tawaran untuk memerankan Yesus dalam sebuah drama Paskah padahal ia adalah seorang muslim, serta Soleh sebagai banser NU yang ragu ketika harus masuk dan menjaga gereja ketika misa malam natal. Ada juga Ping Hen yang melepas tirai penutup di restoran selama bulan Ramadhan dan hanya memberikan cuti satu hari ketika lebaran dengan alasan mengejar keuntungan.

Tidak ada tokoh utama di film ini, semuanya mendapat porsi seimbang. Alur cerita agak lambat dan penyelesaian konflik yang mudah ditebak membuat “?” terasa biasa saja. Mungkin karena sadar isu yang diangkat adalah isu sensitif, maka Hanung memilih jalur aman dengan membungkus cerita dengan happy ending.

Di antara semua cerita, bagian yang paling saya suka adalah cerita Surya. Penggambaran toleransi antara Surya dan Erika tidak terasa berlebihan jka dibandingkan adegan Menuk sholat di dekat altar.

Benar kalau Hanung memberi judul film ini dengan “tanda tanya” ( ? ). Film ini seolah mempertanyakan kembali sejauh mana kita bisa bertoleransi dengan perbedaan agama dan bagaimana kita memahami bahwa menerima perbedaan bukan berarti memaksakan menjadi sama, tetapi memberi ruang bagi hal yang berbeda itu untuk tumbuh. Seperti taglinenya : Masih Pentingkah Kita Berbeda?

Favorite quotes :


“Pernah dengar kehancuran iman karena adegan drama? Kehancuran iman itu karena kebodohan. Jangan bertindak bodoh”

“..dan aku pindah agama bukan karena mengkhianati Tuhan”

“Adalah anugerah karena Tuhan mengajarkan cinta dalam agama yang berbeda”

Written by divardha

April 7, 2011 at 10:24 am

Posted in film

Tagged with ,

3 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. >Tapi kog sayangnya, film ini lebih mengedepankan faham pluralisme yang dibungkus kebebasan memilih "jalan" menuju tujuan yang sama. Seperti berusaha meyakinkan bahwa semua agama sama yang toh pada akhirnya menuju jalan Tuhan. Padahal kita (termasuk Hanung) adalah seorang muslim yang tentu menyadari kontradiksinya dengan ilmu tauhid yang kita yakini. Afterall, sebenarnya Islam memiliki konsep "toleransi" yang jauh lebih bisa diexplore. Lakum Diinukum wa Liyadiin. 😀

    Bukanbudianduk

    April 11, 2011 at 9:04 pm

  2. >Hehe.. bukannya memang begitu, ada banyak 'jalan menuju Tuhan'-sesuai dengan keyakinan masing-masing? 😀

    ratih adiwardhani

    April 12, 2011 at 3:17 pm

  3. >Yups, Ratih bener. In fact, ada banyak 'jalan menuju Tuhan' sesuai dengan keyakinan masing-masing. But as a moslem, tentu kita wajib percaya bahwa hanya ada 1 jalan yang benar (meskipun berarti kitapun harus meyakini jalan selain yang kita pilih adalah salah, sesuai konsep tauhid / ke-Esaan Allah SWT). Dan Hanung dengan segala track record-nya di dunia perfilm-an selama ini ditakutkan menggiring cara pandang orang awam sperti kita ke arah sekularisme (dengan adanya film ini). Mungkin hal ini yang membuat MUI menyatakan film ini sesat 😀

    Bukanbudianduk

    April 13, 2011 at 3:17 am


Leave a reply to ratih adiwardhani Cancel reply